GENETIKA (PERKAWINAN
ANTAR KERABAT)
MAKALAH
BIOSAINS DALAM AL QUR’AN
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biosains Dalam Al Qur’an
(Dr. H.
Handoko Santoso, M.Pd. dan Dr. Hening Widowati, M.Si)
OLEH :
AGUNG HIDAYAT
NPM: 14232016
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya layak untuk Allah SWT atas berkah, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Genetika (Perkawinan Antar Kerabat Dekat)” dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini terwujud berkat adanya dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. H.
Handoko Santoso, M.Pd. dan Dr. Hening Widowati, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Biosains dalam Al Qur’an..
2. Rekan
– rekan pascasarjana dan semua pihak yang telah memberikan saran dan
motivasinya sehingga terselesaikannya makalah ini.
Penulis
menyadari masih banyak kekurangan di dalam
makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Metro,
25 November2014
Penulis
Agung Hidayat
DAFTAR
ISI
COVER ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah...................................................................................... 3
C.Tujuan ........................................................................................................ 3
BAB II
PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A.Perkawinan Sedarah
(Incest) ................................................................... 4
B.Incest secara Keilmuan .............................................................................. 6
C.Incest dalam Al Qur’an.............................................................................. 10
BAB III
PENUTUP ............................................................................................. 19
A.Kesimpulan ............................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................................... 20
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam
kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu halyang penting terutama
dalam pergaulan hidup masyarakat. Perkawinanadalah suatu jalan yang amat mulia
untuk mengatur kehidupan rumahtangga dan keturunan. Pada dasarnya perkawinan
mempunyai tujuanyang bersifat jangka panjang sebagaimana keinginan dari manusia
itu sendiridalam rangka membina kehidupan yang rukun, tenteram dan bahagiadalam
suasana cinta kasih dari dua jenis mahluk ciptaan Allah SWT.
Perkawinan
juga mempunyai akibat hukum yang luas di dalamhubungan hukum antara suami dan
isteri yang mengandung nilai nilaiagama dan moral. Dengan perkawinan tersebut
akan timbul suatu ikatanyang berisi hak dan kewajiban, seperti : kewajiban
untuk bertempat tinggalyang sama, saling setia satu sama lain, kewajiban untuk
memberi nafkah,hak waris dan sebagainya.
Sebenarnya
pertalian dalam suatu perkawinan adalah partalianyang seteguh-teguhnya dalam
hidup dan kehidupan manusia bukan sajaantara suami dan isteri serta keturunannya
akan tetapi juga kepadakeluarga dan masyarakat pada umumnya. Dalam pergaulan
hidup antara suami dan isteri yang kasih mengasihi, akan berpindahlah kebajikan
itukepada semua keluarga dari kedua belah pihak, sehingga merekapunakan menjadi
satu dalam segala urusan tolong menolong antara sesamadalam menjalankan
kebajikan dan menjaga dari kejahatan. Selain daripada itu, dengan perkawinan
seseorang akan terpelihara dari kebinasaanhawa nafsunya.
Selain semua
yang dikemukakan di atas lembaga perkawinandalam kenyataannya bukan saja
merupakan masalah yang bersifat pribadisemata-mata, lebih jauh lagi perkawinan
juga dimaksudkan atau berfungsibagi kemaslahatan umat manusia. Disamping itu
semua, selain untukpemenuhan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, perkawinan
jugaditujukan untuk melanjutkan keturunan, sebagai generasi penerus
bagikelangsungan keberadaan manusia. Disinilah dirasakan pentingnyakeberadaan
seorang anak dalam suatu lingkungan keluarga, selainsebagai penghibur dikala
susah dan lelah, pada hakikatnya seorang anakadalah anugerah dan amanah dari
sang pencipta alam semesta.
Bagaimana
pentingnya rumah tangga sebagai satu persekutuanyang terkecil dalam kehidupan
bermasyarakat, sebagaimana kata seorangsarjana sosiologi Bolak :
Rumah tangga
adalah markas atau pusat daripada denyutpergaulan hidup itu bergetar. Dia
adalah susunan yang hidupdapat mengekalkan keturunan. Sebenarnya rumah tangga
ituadalah alam pergaulan yang sudah diperkecil. Bukanlah di rumah tangga itu
lahir dan tumbuh apa yang disebut kekuasaan, agama,pendidikan, hukum, serta
perusahaan. Famili adalah jemaat yangbulat, teratur lagi sempurna dari situ
bergelora perasaan halus dansukma yang hidup dianggap sebagai mata air
perikemanusian dantelaga persaudaraan sejagat yang tidak akan kering sama
sekali.
Akhir-akhir ini
banyak sekali penyimpangan-penyimpangan dariperkawinan seperti poligami,
poliandri, perkawinan sirih, perkawinankontrak maupun perkawinan sedarah. Dari
permasalahan psikologis sosialmenjadi mencuat di kalangan masyarakat. Fenomena
di atasmencerminkan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai moral etika
sosialsebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, modernisasi danindustrialisasi.
Seiring
perkembangan peradaban manusia yang semakin maju, masalah yang timbul dalam
bidang hukum keluarga pun ikut berkembang, tidak terkecuali masalah perkawinan.
Meskipun hukum agama dan perundang-undangan yang ada di Indonesia telah
mengatur sedemikian rupa tentang tata cara perkawinan sehingga akibat-akibat
yang timbul dari ikatan perkawinan dapat diakui di hadapan hukum, nyatanya
masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Salah
satunya adalah perkawinan sedarah, perkawinan sumbang atau dikenal dengan
perkawinan incest atau ada pula yang menyebut perkawinan dengan wanita
yang tergolong muhrim dan dilarang untuk dinikahi.
Praktek
perkawinan sedarah atau hubungan sumbang (Inggris: incest) bukan
merupakan hal yang baru lagi. Di Tel Aviv yang merupakan kota metropolis di
Israel pernah terjadi perkawinan dengan sesama saudara seayah. Hal ini terjadi
akibat teknologi kedokteran yang bernama inseminasi buatan dengan sperma
donor. Sofwan Dahlan menceritakan kejadian ini dan menulisnya dalam koran
Pelita:
Sekalipun
hal ini kecil kemungkinannya, namun pernah terjadi di Tel Aviv, seorang remaja
yang kawin karena menginginkan kebahagiaan rumah tangga, tetapi yang mereka
dapatkan adalah kenyataan pahit, karena ternyata mereka berasal dari donor yang
sama. Harus ceraikah mereka menurut undang-undang?
Di Indonesia sendiri sampai saat
ini perilaku incest masih ada pada kelompok masyarakat tertentu, seperti
suku Polahi di Kabupaten Polahi, Sulawesi, praktek hubungan incest
banyak terjadi. Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di
kalangan suku Polahi.
Selain
itu, beberapa jurisprudensi menunjukkan adanya praktek perkawinan incest nyata
terjadi di Indonesia, di antaranya Pengadilan Agama Indramayu memfasidkan
perkawinan antara seorang laki-laki yang mengawini anak perempuan dari saudara
perempuannya. Dengan putusan tanggal 6 Januari 1958 No. 5. Anehnya wali dan
mempelai perempuan mengatakan bahwa mereka tidak tahu kalau sang mempelai perempuan
masih mempunyai hubungan darah dengan mempelai pria
Penulis mencoba
memberikan ilustrasi tentang perkawinan sedarahuntuk sebagai contohnya, ketika
dalam keluarga tidak menginginkanseorang anak lahir karena permasalahan ekonomi
padahal mereka telahmempunyai anak sebelumnya. Untuk kemudian orangtuanya
merelakananak keduanya tersebut untuk diasuh atau dititipkan dipanti
asuhan.Tanpa diketahui orangtua kandungnya anak tersebut tumbuh dan
menjadidewasa dalam asuhan oranglain atau pihak panti asuhan. Kemudiankedua
anak kandungnya tersebut menjalin hubungan yang serius hinggajenjang
perkawinan, dan hal ini tanpa mereka ketahui bahwa merekaadalah bersaudara
kandung (Kakak-beradik).
Masalah yang
lebih penting dicermati dari kasus perkawinansedarah ini ialah akibat dari
perkawinan sedarah ini terhadap anak hasilperkawinan sedarah dan bagimana
perkawinan sedarah tersebut dipandang menurut persepektif agama.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dumaksud perkawinan sedarah (incest)?
2. Bagaimanakah
perkawinan sedarah (incest) dipandang dari segi keilmuan?
3. Bagaimanakah
perkawinan sedarah (incest) menurut pandang islam dalam Al Qur’an?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian perkawinan sedarah (incest)
2. Mengetahui
perkawinan sedarah (incest) dipandang dari segi keilmuan.
3. Mengetahui
perkawinan sedarah (incest) menurut pandang islam dalam Al Qur’an
BABII
PEMBAHASAN
A. Perkawinan
sedaeah (Incest)
1. Pengertian
Incest berasal dari kata bahsa latin Cestus
yang berarti murni. Jadi incestus berarti tidak murni. Incest adalah hubungan
badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan
ikatan pertalian darah atau istilah genetiknya In Breeding.
Istilah Incest juga dianggap suatu hubungan
melalui jalur pernikahan antara sesama anggota keluarga/pernikahan sedarah dimana
secara hukum atau adat istiadat itu dilarang. Di berbagai Negara, larangan
Incest sudah di tetapkan secara hukum tertulis.
Incest (hubungan seksual yang dilakukan
oleh individu didalam sebuah keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu
ayah dengan anak, ibu dengan anak, kakek dengan cucu, kakak dengan adik.)
sebagian termasuk kedalam kejahatan atau penganiayaan seksual, dimana perilaku
seksual yang dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik,
oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk
memuaskan hasrat seksual pelakunya.
2.
Faktor-faktor
Penyebab Incest
a)
Faktor
internal, yang terdiri dari:
1)
Biologis
Dorongan seksual yang terlalu besar dan ketidak mampuan pelaku
mengendalikan hawa nafsu seksnya. Faktor biologis ini merupakan faktor yang
susah untuk disembuhkan. Menurut pengakuan
pelaku incest yang di publikasikan di media massa,
hubungan incest mereka lakukan dengan alasan kesepian ditinggal istri, kurang
puas dengan layanan istri, kebiasaan anak perempuan tidur dengan bapaknya
selain itu juga kejadian ini dapat terjadi karena adanya dugaan pelaku mengidap
kelainan seks dan masalah gangguan kejiwaan.
2)
Psikologis
Pelaku memiliki kepribadian menyimpang, seperti minder, tidak percaya
diri, kurang pergaulan, menarik diri dan sebagainya. Selain faktor biologis
incest juga berpengaruh pada psikologis si pelaku, dalam hal ini mungkin saja
si pelaku tidak percaya diri, susah bergaul dengan lingkungannya, faktor–faktor
tersebut juga sangat mempengaruhi terjadinya incest. Kurang pergaulan yang mana
pada keluarga tertentu dilarang bergaul dengan dunia luar. Kadang–kadang ada
juga penyebab dimana satu keluarga dilarang menikah di luar kalangannya agar
semua harta yang dimiliki tidak keluar dari keluarga besarnya. Ada juga
kemungkinan diharapkan supaya turunan mereka lebih asli sebagai bangsawan.
b)
Faktor
eksternal, yang terdiri dari:
1)
Eknomi
keluarga
Selain faktor inernal yang telah dipaparkan di atas faktor eksternal
juga sangat mempengaruhi seperti halnya ekonomi keluarga yang minim yang pas –
pasan. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah atau mempunyai keterbatasan
pendapatan untuk bermain diluar lingkungan mereka sehingga mempengaruhi cara
pandang dan mempersempit ruang lingkup pergaulan. Dalam masyarakat yang kurang
mampu hal ini banyak sekali terjadi. Kemiskinan yang absolut menyebabkan
seluruh anggota keluarga suami istri dan anak-anak tidur dalam satu tempat
tidur. Apabila satu waktu seorang ayah bersentuhan dengan anak perempuannya
yang masih gadis maka ada kemungkinan salah satu dari keduanya bisa terangsang
yang akhirnya terjadi hubungan seksual, paling tidak kontak seksual. Situasi
semacam ini memungkinkan utuk terjadinya incest kala ada kesemptan
2)
Tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah
Selain faktor ekonomi keluarga tingkat pendidikan dan pergaulan yang
rendahpun mempengaruhi, karena faktor inilah kemampuan berfikir seseorang tidak
berkembang, mereka tidak berfikir logis, tidak memikirkan dampak kedepannya
seperti apa, mereka hanya berfikir hanya untuk kepuasan semata.
3) Tingkat pemahaman agama dan penerapan aqidah serta norma agama yang
kurang
Di samping faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, ada faktor yang
lebih mempengaruhi yaitu tingkat pemahaman agama dan penerapan aqidah serta norma
agama yang kurang. Apabila seseorang memiliki tingkat pemahaman agama yang
minim maka dia akan terjerumus kedalam hal-hal negatif yang dilarang oleh
agama, sehingga ada kemungkinan besar ia dapat juga melakukan incest.
4) Konflik budaya
Perubahan sosial terjadi begitu cepat seiring dengan perkembangan
teknologi. Alat–alat komunikasi seperti radio, televisei, VCD, HP, Koran dan
majalah telah masuk keseluruh pelosok wilayah Negara kita (Indonesia). Seiring
dengan itu masuk pula budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan
norma–norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui
tayangan televisi maupun tulisan di Koran dan majalah. Juga informasi dan
pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan telvisi,
VCD, dan berita di Koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual
incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak
bias mengontrol hawa nafsu birahinya.
5) Pengangguran
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyakterjadinya PHK yang berakibat
banyak orang yang mengganggur. Dalam situasi sulit mencari pekerjaan, sementara
keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya.
Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi kalau isri menjadi TKW), membuat
sang suami kesepian. Mencari hiburan di luarpun butuh biaya sedangkan uang
tidak ada. Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam perkembangan
(remaja atau gadis) menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi sang ayah.
B. Incest
secara keilmuan
Dalam ilmu genetik, pernikahan
dengan sesama kerabat keluarga (sampai sejauh sepupu II–great grandparents yang
sama) disebut dengan consanguineous marriage. Secara umum consanguineous
marriage diterjemahkan sebagai perkawinan sedarah.
Penelitian-penelitian secara
populasional menunjukkan bahwa anak-anak hasil perkawinan sedarah ini memiliki
risiko lebih besar menderita penyakit-penyakit genetik tertentu. Terutama yang
sifat penurunannya autosomal recessive. Pada sifat penurunan seperti ini,
pembawa (carrier) tidak akan menunjukkan tanda-tanda penyakit apapun.
Sementara itu karena orang-orang
dalam satu keluarga memiliki proporsi materi genetik yang sama, maka suami
istri yang memiliki hubungan saudara juga memiliki risiko membawa materi
genetik yang sama.
Jika salah satu adalah carrier suatu
penyakit autosomal recessive maka terdapat kemungkinan bahwa yang lain juga
pembawa. Seberapa besar kemungkinannya bergantung pada seberapa dekat
kekerabatannya.
Dalam hal ini, jika orangtua dari
suami adalah saudara kandung dari orang tua istri, kemungkinannya tentu lebih
besar dibandingkan jika orangtua suami adalah sekedar saudara jauh dari orang
tua istri.
Misalnya penyakit thalasimia
Kakek menderita thalasimea dan nenek normal homozigot
XtYt >< XTXT
Maka menghasikan keturunan
2(XTXt) = perempuan 50% normal karier
2(XTYt) = laki-laki 50% normal karier
Saya ansumsikan
memiliki 4 anak, 2 laki dan 2 perempua.Maka akan menghasilkan keturunan 100%
sehat semua, tetapi bersifat karier.
Andai kan saja perempuan tersebut kawin dengan saudara
kandungnya apa yang terjadi kita lihat dibawah ini
XTYt >< XTXt
Maka keturunannya adalah
XXT = 25 % Perempuan Normal Normal
XTXt = 25 % Perempuan Normal
carier
XTYt = 25 % Laki-laki Normal
carier
XtYt
= 25 % Laki-laki kena penyakit thalasimia
Keterangan :
TT= Normal
( 100% normal)
Tt = carier
(normal tetapi pembawa sifat penyakit tapi tidak tampak)
tt =
Penderita
1. Dampak
incest
Dari segi medis tidak setiap pernikahan Incest akan melahirkan
keturunan yang memiliki kelainan atau gangguan kesehatan.Incest memiliki alasan
besar yang patut dipertimbangkan dari kesehatan medis.
Peristiwa incest apalagi pemerkosaan incest dapat menyebabkan rusaknya
alat reproduksi anak dan resiko tertular penyakit menular seksual. Korban dan
pelaku menjadi stress yang akan merusak kesehatan kejiwaan mereka. Damapak
lainnya dari hubungan incest adalah kemungkinan menghasilkan keturunan yang
lebih banyak membawa gen homozigot. Beberapa penyakit yang di turunkan melalui
gen homozigot resesif yang dapat menyebabkan kematian pada bayi yaitu fatal
anemia, gangguan penglihatan pada anak umur 4 – 7 tahun yang bias berakibat
buta, albino, polydactyl dan sebagainya. Pada perkawinan sepupu yang mengandung
gen albino maka kemungkinan keturunan albino lebih besar 13,4 kali di
bandingkan perkawinan biasa. Kelemahan genetik lebih berpeluang muncul dan
riwayat genetik yang buruk akan bertambah dominan serta banyak muncul ketika
lahir dari orang tua yang memiliki kedekatan keturunan.
Selain itu banyak penyakit genetik yang peluang munculnya lebih besar
pada anak yang dilahirkan dari kasus incest. Banyak penyakit genetika yang
berpeluang muncul lebih besar, contoh :
a) Skizoprenia
: kromosom yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Penyakit ini merupakan suatu
gangguan psikologis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai
dengan gejala–gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial,
fungsi kerja, dan perawatan diri.Penyakit ini mempunyai beberapa tipe yaitu:
Skizofrenia tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala–gejala positif
seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada skizofrenia
tipe II ditemukan gejala–gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan
perawatan diri yang buruk. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi yang sangat
mirip di seluruh dunia, penyakit ini terjadi pada pria dan wanita dengan
frekuensi yang Sama. Gejala–gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja awal
atau dua puluhan. Pada pria sering mengalami penyakit ini lebih awal di
bandingkan dengan wanita.
b) Leukodystrophine
atau kelainan pada bagian syaraf yang disebut milin, yang merupakan lemak yang
meliputi insulates serat saraf yang menyebabkan proses pembentukan enzim
terganggu. Tanda–tanda gejala penyakit ini biasanya di mulai pada awal bayi,
namun tentu saja kondisi bisa sangat bervariasi. Bayi yang mempunyai penyakit
ini biasanya normal untuk beberapa bulan pertama lahir akan tetapi pada bulan–bulan
berikutnya akan terlihat kelainannya.
c) Idiot
: keterlambatan mental serta perkembangan otak yang lemah. Kelainan yang
berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali
dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri–ciri yang
tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung
yang datar menyerupai orang mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme.
d) Kecacatan
kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat ibu mengandung dan adanya rasa
penolakan secara emosional dari ibu. Gangguan emosional yang dialami si
ibu akibat kehamilan yang tidak diharapakan akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janian pra dan pasca kelahiran dan pada akhirrnya bayi yang ada dalam
rahim ibupun akan mengalami kelainan–kelainan geneti yang nantinya akan
berdampak buruk pada bayi tersebut.
e) Hemophilia :
penyakit sel darah merah yang pecah yang mengakibatkan anak harus menerus
mendapatkan transfuse darah. Penyakit ini merupakan gangguan perdarahan yang
bersifat herediter akibat kekurangan factor pembekuan VIII dan IX
2. Alasan
sepersusuan dilarang
Ada Sejumlah penelitian ilmiah baru-baru ini menemukan
adanya gen dalam ASI orang yang menyusui, dimana ASI mengakibatkan terbentuknya
organ-organ pelindung pada orang yang menyusu. Yang demikian apabila ia menyusu
antara 3 sampai 5 susuan. Dan ini adalah susuan yang dibutuhkan untuk bisa
membentuk organ-organ yang berfungsi melindungi tubuh manusia.
Maka, apabila ASI disusu maka ia akan menurunkan sifat-sifat
khusus sebagaimana pemilik ASI tersebut. Oleh karena itu, ia akan memiliki
kesamaan atau kemiripan dengan saudara atau saudari sesusuannya dalam hal sifat
yang diturunkan dari ibu pemilik ASI tersebut. Dan juga sudah ditemukan bahwa
organ-organ yang berfungsi melindungi tubuh mungkin akan menyebabkan munculnya
sifat-sifat yang diridhai oleh sesama saudara dalam kaitannya dengan
pernikahan.
Sesungguhnya kekerabatan karena sesusuan ditetapkan dan dapat
dipindahkan karena keturunan. Dan penyebab yang diturunkan dan gen yang
dipindahkan. maksudnya adalah bahwa kekerabatan karena faktor sesusuan
disebabkan karena adanya perpindahan gen dari ASI orang yang menyusui kepada
orang yang menyusu tersebut, masuk, dan bersatu dengan jaringan gen orang yang
menyusu tersebut, atau ASI tersebut memang mengandung lebih dari satu sel,
dimana sel itu merupakan inti dari kehidupan manusia. Sel itu sering disebut
dengan DNA.
Juga mungkin karena organ sel pada orang yang menyusu
menerima sel yang asing, sebab sel itu tidak matur. Keadannya adalah keadaan
percampuran dari berbagai sel, dimana perkembangannya tidak akan sempurna
kecuali setelah melewati beberapa bulan atau beberapa tahun sejak kelahiran.
Kalau penjelasan asal-mula penyebab adanya kekerabatan karena hal ini, maka hal
ini memiliki konsekuensi yang sangat penting dan sangat menentukan.
C. Incest
dalam Al Qur’an
Islam adalah agama yang syumul
(universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah
pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah
yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan
sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam
masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari
kriteria calon-calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala
resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam
mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun
tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana
namun tetap penuh dengan pesona.
Perkahwinan atau nikah menurut
bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak ialah ijab dan
qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang
diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang
ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud
pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan
mengharamkan zina.
Persoalan perkawinan adalah
persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena
persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi
saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah
tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat
manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah
persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad
nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.
1. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan
yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk
memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina
keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar
sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah
melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
memelihara yang separuhnya lagi” .
2. Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas
bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan
larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan
penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para
Nabi kelak di hari kiamat.”
Pernah
suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah
diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang
berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain
berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya ….
Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar
seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan
begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di
antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku
juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai
sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”
3. Kedudukan
Perkawinan dalam Islam
a) Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu
yang kuat sehingga bisa menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan
sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.Disini mampu bermaksud ia mampu
membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
b) Sunat kepada orang yang mampu tetapi
dapat mengawal nafsunya.
c) Harus kepada orang yang tidak ada
padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
d) Makruh kepada orang yang tidak
berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi
kemudaratan kepada isteri.
e) Haram kepada orang yang tidak berkemampuan
untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah),
tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
4. Tujuan Perkawinan dalam Islam
a)
Untuk
Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Perkawinan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat
kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul
kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang
dan diharamkan oleh Islam.
b)
Untuk
Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam
di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan
keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur.
Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif
untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat
dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Artinya
: Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah
ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
c)
Untuk
Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya
Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan
batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 229
berikut :
ٱلطَّلَٰقُ
مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسَٰنٍۢ ۗ وَلَا
يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا۟ مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْـًٔا إِلَّآ أَن
يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا
حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا ٱفْتَدَتْ بِهِۦ ۗ تِلْكَ
حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ
فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali,
setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara
yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at
Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup
menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat
Al-Baqarah ayat 30:
فَإِن طَلَّقَهَا
فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ ۗ فَإِن
طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن
يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍۢ
يَعْلَمُونَ
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah
thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka
tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin
kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
Jadi tujuan yang
luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam
rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam
adalah wajib.
d)
Untuk
Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah
kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini,
rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di
samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi
istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri
kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan
dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan
selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”.
Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”
e)
Untuk
Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan
dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat An- Nahl
(16:72)
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu
itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu,
anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam
perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan
membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
5. Incest menurut pandangan islam dalam Al
Qu’an
Tidak ada satupun hal yang diharamkan Al-Qur’an
yang tidak mengandung madharat (bahaya). Kalaupun dari segi tertentu manfaat
bisa ditemukan, tetap saja madharat lebih mendominasi. Kalaulah madharat
tersebut tidak langsung menimpa individu, ia bisa menimpa keluarga, atau
masyarakat luas. Ini pula yang terjadi dalam kasus inbreeding. Bahwa ada
penemuan incest dipraktekkan dalam masyarakat tertentu untuk menjaga keunggulan
trah (garis keturunan) dan ternyata tidak ada akibat negatif, hal itu tidak
berarti bahwa secara logika incest menjadi sah-sah saja. Namun sekali lagi,
tidak ada sesuatu yang diharamkan Islam yang tidak mengandung bahaya. Sehingga
boleh jadi secara dlohir incest (baik karena sedarah maupun sepersusuan) bagi
penjagaan galur murni ini tidak ada bahaya, namun bisa saja secara kejiwaan dan
moral bisa berbahaya.
Apalagi jika dihadapkan pada agama. Semua agama
tanpa dikomando menganggap praktek incest sebagai sesuatu yang terlarang. Demikian
pula perasaan moral masyarakat secara kolektif–baik yang dibentuk oleh agama
maupun yang dibentuk oleh akalbudi – menolak praktek ini sebagai bentuk
penyaluran naluri seksual manusia. Sekalipun argumen dan pendekatannya
berbeda-beda, pembahasan incest dari sudut pandang agama-agama selalu berujung
pada kesimpulan yang sama yaitudiharamkan.
Dalama Al Qur’an dijelaskanlaranganperkawinansedarahatau
incest seperti yang terteradalam Qur’an surat An-Nisaaayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ
أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ
وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ
ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن
لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ
أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ
إِلَّا مَا قَدْ سَلَف ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا
Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An Nisaa`: 23)
Dimasukkannya incest (baik karena sedarah
maupun sepersusuan) dalam masalah pernikahan sesungguhnya sangat logis. Sebab,
Al-Qur’an hanya mengenal pernikahan sebagai satu-satunya jalan menuju kehalalan
hubungan seks. Siapa yang boleh dinikahi maka sah saja berhubungan seks.
Sebaliknya siapa yang haram dinikahi maka dia tidak boleh diajak berhubungan
seks, apapun alasannya! Berdasarkan logika ini maka hubungan seks sedarah atau
sepersusuan baik karena zina maupun perkosaan adalah hal yang keharamannya
berlapis-lapis. Incest dengan cara zina (suka sama suka) menabrak dua garis
keharaman sekaligus yakni haram menikah dan haram berhubungan seks di luar
nikah. Lebih dari zina, incest dengan perkosaan menabrak satu lagi garis
keharaman yakni merampas kehormatan perempuan secara paksa.
Secara eksplisit Al-Qur’an memang tidak
menjelaskan mengapa menikahi mahram diharamkan. Ini cara yang biasa ditempuh
Al-Qur’an ketika mengharamkan sesuatu yang madharatnya mudah diketahui atau
dirasakan akal sehat. Berbeda dengan keharaman khamr dan riba, misalnya,
Al-Qur’an menempuh beberapa fase dan memberikan penjelasan untuk meyakinkan
alasan pengharaman karena hal itu banyak dipraktekkan orang dan dirasakan ada
unsur manfaatnya meski tidak sebesar madharatnya. Meskipun setelah Al-Qur’an
sudah sempurna turun, khamr dan riba pun juga sempurna keharamannya, tidak lagi
bertahap.
Keharaman incest (baik sedarah maupun sepersusuan)
tampaknya dipandang sebagai hal yang mudah diterima akal sehat. Jadi kenapa
dibuat repot?
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ
أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ قَالَحَدَّثَنِي عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِأَنَّهُ تَزَوَّجَ
ابْنَةً لِأَبِي إِهَابِ بْنِ عَزِيزٍ فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنِّي قَدْ
أَرْضَعْتُ عُقْبَةَ وَالَّتِي تَزَوَّجَ فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ مَا أَعْلَمُ
أَنَّكِ أَرْضَعْتِنِي وَلَا أَخْبَرْتِنِي فَرَكِبَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ فَفَارَقَهَا عُقْبَةُ
وَنَكَحَتْ زَوْجًا غَيْرَهُ
….dari ‘Uqbah ibn Harits bahwa dia menikahi anak perempuan Ihab
ibn ‘Azis. Maka datang kepadanya seorang perempuan maka (dia) berkata,
“Sesungguhnya saya telah menyusui ‘Uqbah dan (perempuan) yang dia nikahi.” Maka
berkata kepadanya ‘Uqbah, “Aku tidak tahu kalau engkau telah menyusuiku dan
engkau tidak pula memberitahuku.” Maka (‘Uqbah) berkendara menuju Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah, maka dia bertanya kepada beliau. Maka
bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bagaimana (lagi) padahal
sudah dikatakan (bahwa kalian adalah bersaudara susuan)?” Maka ‘Uqbah
menceraikannya (istri) dan menikahi istri (perempuan) selainnya. (HR Bukhari)
Begitulah, berdasar keterangan yang berupa
pengakuan dari seorang ibu (susuan) maka pernikahan yang telah terjadi itu pun
mesti dibatalkan (cerai) karena ke-mahram-an pada keduanya.Dari kisah itu kita
bisa tahu betapa dahulu mereka amat menjaga pengetahuan tentang siapa saja yang
bersaudara susuan. Jadi meskipun menyusukan anak kepada orang lain adalah
kebiasaan orang Arab kala itu, namun pengetahuan tentang hubungan mahram ini
tetap terjaga. Sehingga ketika didapati seseorang melanggar batasan ini, ada
orang yang segera memberitahukannya. Boleh jadi perempuan itu telah lalai
karena tidak memberitahukan persaudaraan antara ‘Uqbah dan istrinya, namun kita
bisa juga memaham bahwa dengan cara beginilah Allah hendak memberitahukan
kepada kita betapa pentingnya bagi kita mengetahui hubungan kemahraman atas
dasar susuan. Allah berikan shock therapi kepada kita agar tak lupa dengan
kejadian ini.
Begitulah Islam. Selain perkara ibadah khas
yang telah diatur sedemikian rupa, ternyata dalam hubungan antar manusia pun
Islam mengatur sedemikian detailnya. Banyak hikmah dari pengaturan ini, yang
salah satunya kelak terungkap lewat peran ilmu pengetahuan yang meneliti dampak
buruk perkawinan sedarah atau saudara dekat yang dalam syara’ disebut sebagai
mahram (orang yang haram dinikahi).
6. Perkawinansepersusuandalamislam
Haramnya pernikahan
dengan sodara sesusuan, juga terdapat dalam hukum pernikahan.
قالرسولالله صلى الله عليه وسلم: (( يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب )) متفق عليه
Artinya :
Rasulullahbersabda, "Diharamkandarisaudarasesusuansegalasesuatu
yang diharamkandarinasab" (HR. BukharidanMuslim )
Susuan
yang dapat mengahramkan perkawinan yaitu susuan yang sempurna maksudnya yaitu
dimana anak menyusui di tetek seorang ibu dan menyedot air susu dan tidak berhenti dari menyusui
terkecuali dengan kemauannya tanpa ada paksaan.
Aisyah berkata, Rasulullah SAW,
telah bersabda
لَاتُحْرَمُ
الْمِصَّةُ وَالْمِصَّتَانِ (أخرجه مسلم
Artinya : tidak haram kawin karna
hanya sekali atau dua kali sesusuan. (H.R. Muslim )
Apabila seorang wanita
telah menyusui seorang anak sebanyak lima kali susuan (yang menjadikan anak
tersebut kenyang, red) yang telah diketahui bersama atau mungkin lebih dari
itu, maka selama anak tersebut masih belum berumur dua tahun, anak yang disusui
tersebut sudah menjadi anak ibu yang menyusuinya beserta suaminya, dan semua
anaknya dari suaminya dan selainnya telah menjadi saudara anak yang disusui, dan
semua anak suaminya menjadi saudaranya pula.
Ayah wanita yang menyusui sudah menjadi
kakeknya sendiri, dan ibu wanita yang menyusui tersebut sudah menjadi nenek
anak tersebut. Ayah dari suami wanita yang menyusui sudah menjadi kakeknya dan
ibu dari suaminya tersebut adalah neneknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
وَأُمَّهَاتُكُمُ
اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“...Ibu-ibumu
yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan….” (Qs. an-Nisa: 23).
Juga berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَحْرُمُ مِنَ
الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
“Hal-hal dari
hubungan persusuan diharamkan sebagaimana hal-hal tersebut diharamkan dari
hubungan nasab.” (HR. Bukhari: 2645).
Serta berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ رَضَاعَ إِلاَّ
فِيْ حَوْلَيْنِ
“Tidak ada persusuan (yang
menjadikan mahram) kecuali pada umur dua tahun.” (HR. Baihaqi: 1544).
Diriwayatkan dari
Aisyah, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh kali
persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah menjadi haram bagi
kami. Kemudian (syariat tersebut, ed) dihapus menjadi lima kali persusuan yang
telah dimaklumi. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal
dunia, ketetapan ini tetap berlaku.” (HR. Muslim). (Fatwa SyAIkh Abdul
Aziz bin Abdulullah bin Baz dalam Fatawa Ulama Baladil Haram: 505).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Incest berasal dari kata bahsa
latin Cestus yang berarti murni. Jadi incestus berarti tidak murni. Incest
adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang
mempunyai ikatan ikatan pertalian darah atau istilah genetiknya In
Breeding.Istilah Incest juga dianggap suatu hubungan melalui jalur pernikahan
antara sesama anggota keluarga/pernikahan sedarah dimana secara hukum atau adat
istiadat itu dilarang.
2.
Incest secara keilmuan sangat
tidak dianjurkan karena dapat berdampak negatif terhadap kesehatan akibat
adanya gen resesif yang dapat diturunkan dari ayah dan ibu yang merupakan
pembawa gen tersebut. Penyakit yang merupakan dampak dari incest antara lain:
Skizoprenia, Leukodystrophine, Idiot, Kecacatan kelahiran, Hemophilia.
3.
Incest dalam agama islam seperti
yang terdapat di dalam Al Qur’an surat An- Nisaa ayat 23 sudah dijelaskan siapa
saja wanita yang dilarang untuk dinikahi termasuk sepersusuan.
DAFTAR PUSTAKA
Afif. 2011. Dampak Resiko Akibat Perkawinan Sedarah. (Online) http://DampakResikoAkibat
Pernikahan Sedarah_Ilmu Pengetahuan_Tips Cinta_Pengetahuan Umum.com Diakses
pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.
Deden, Muhammad. 2011. Perkawinan Menurut Hukum Islam. (Online) http//:sangkhalifah.Blogspot.com.
Diakses pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.
Riyanto, Ryan. 2011.Akibat Pernikahan Sedarah atau
Menikah dengan Saudara Sepersusuan. (Online) http://Akibat Pernikahan Sedarah
atau Menikah dengan Saudara Sepersusuan_ Cybermales.com. Diakses pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.
Sujono,Yusuf. 2012. Hikmah dibalik menikah dengan sodara sepersusuan.
(Online) http://alsofwa.comDiakses
pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.
Yufid. 2010. Apakah Saudara Sepersusuan Menjadi Mahram. (Online) www.KonsultasiSyariah.comDiakses
pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.