Wednesday, November 11, 2015

GENETIKA (PERKAWINAN ANTAR KERABAT)



GENETIKA (PERKAWINAN ANTAR KERABAT)
MAKALAH BIOSAINS DALAM AL QUR’AN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biosains Dalam Al Qur’an
(Dr. H. Handoko Santoso, M.Pd. dan Dr. Hening Widowati, M.Si)




OLEH :

AGUNG HIDAYAT
NPM:  14232016




PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2014










KATA PENGANTAR

Segala puji hanya layak untuk Allah SWT atas berkah, rahmat, serta hidayah-Nya  sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Genetika (Perkawinan Antar Kerabat Dekat)” dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini terwujud berkat adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Dr. H. Handoko Santoso, M.Pd. dan Dr. Hening Widowati, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Biosains dalam Al Qur’an..
2.      Rekan – rekan pascasarjana dan semua pihak yang telah memberikan saran dan motivasinya sehingga terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam  makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

                                                                           Metro,  25 November2014
                                                                                                         Penulis

                                                                                                    Agung Hidayat









DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................          i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1         
B.Rumusan Masalah...................................................................................... 3
C.Tujuan ........................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A.Perkawinan Sedarah (Incest)  ................................................................... 4
B.Incest secara Keilmuan .............................................................................. 6
C.Incest dalam Al Qur’an.............................................................................. 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19
A.Kesimpulan ............................................................................................... 19       
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu halyang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat. Perkawinanadalah suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumahtangga dan keturunan. Pada dasarnya perkawinan mempunyai tujuanyang bersifat jangka panjang sebagaimana keinginan dari manusia itu sendiridalam rangka membina kehidupan yang rukun, tenteram dan bahagiadalam suasana cinta kasih dari dua jenis mahluk ciptaan Allah SWT.
Perkawinan juga mempunyai akibat hukum yang luas di dalamhubungan hukum antara suami dan isteri yang mengandung nilai nilaiagama dan moral. Dengan perkawinan tersebut akan timbul suatu ikatanyang berisi hak dan kewajiban, seperti : kewajiban untuk bertempat tinggalyang sama, saling setia satu sama lain, kewajiban untuk memberi nafkah,hak waris dan sebagainya.
Sebenarnya pertalian dalam suatu perkawinan adalah partalianyang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia bukan sajaantara suami dan isteri serta keturunannya akan tetapi juga kepadakeluarga dan masyarakat pada umumnya. Dalam pergaulan hidup antara suami dan isteri yang kasih mengasihi, akan berpindahlah kebajikan itukepada semua keluarga dari kedua belah pihak, sehingga merekapunakan menjadi satu dalam segala urusan tolong menolong antara sesamadalam menjalankan kebajikan dan menjaga dari kejahatan. Selain daripada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaanhawa nafsunya.
Selain semua yang dikemukakan di atas lembaga perkawinandalam kenyataannya bukan saja merupakan masalah yang bersifat pribadisemata-mata, lebih jauh lagi perkawinan juga dimaksudkan atau berfungsibagi kemaslahatan umat manusia. Disamping itu semua, selain untukpemenuhan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, perkawinan jugaditujukan untuk melanjutkan keturunan, sebagai generasi penerus bagikelangsungan keberadaan manusia. Disinilah dirasakan pentingnyakeberadaan seorang anak dalam suatu lingkungan keluarga, selainsebagai penghibur dikala susah dan lelah, pada hakikatnya seorang anakadalah anugerah dan amanah dari sang pencipta alam semesta.
Bagaimana pentingnya rumah tangga sebagai satu persekutuanyang terkecil dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana kata seorangsarjana sosiologi Bolak :
Rumah tangga adalah markas atau pusat daripada denyutpergaulan hidup itu bergetar. Dia adalah susunan yang hidupdapat mengekalkan keturunan. Sebenarnya rumah tangga ituadalah alam pergaulan yang sudah diperkecil. Bukanlah di rumah tangga itu lahir dan tumbuh apa yang disebut kekuasaan, agama,pendidikan, hukum, serta perusahaan. Famili adalah jemaat yangbulat, teratur lagi sempurna dari situ bergelora perasaan halus dansukma yang hidup dianggap sebagai mata air perikemanusian dantelaga persaudaraan sejagat yang tidak akan kering sama sekali.
Akhir-akhir ini banyak sekali penyimpangan-penyimpangan dariperkawinan seperti poligami, poliandri, perkawinan sirih, perkawinankontrak maupun perkawinan sedarah. Dari permasalahan psikologis sosialmenjadi mencuat di kalangan masyarakat. Fenomena di atasmencerminkan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai moral etika sosialsebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, modernisasi danindustrialisasi.
Seiring perkembangan peradaban manusia yang semakin maju, masalah yang timbul dalam bidang hukum keluarga pun ikut berkembang, tidak terkecuali masalah perkawinan. Meskipun hukum agama dan perundang-undangan yang ada di Indonesia telah mengatur sedemikian rupa tentang tata cara perkawinan sehingga akibat-akibat yang timbul dari ikatan perkawinan dapat diakui di hadapan hukum, nyatanya masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Salah satunya adalah perkawinan sedarah, perkawinan sumbang atau dikenal dengan perkawinan incest atau ada pula yang menyebut perkawinan dengan wanita yang tergolong muhrim dan dilarang untuk dinikahi.
Praktek perkawinan sedarah atau hubungan sumbang (Inggris: incest) bukan merupakan hal yang baru lagi. Di Tel Aviv yang merupakan kota metropolis di Israel pernah terjadi perkawinan dengan sesama saudara seayah. Hal ini terjadi akibat teknologi kedokteran yang bernama inseminasi buatan dengan sperma donor. Sofwan Dahlan menceritakan kejadian ini dan menulisnya dalam koran Pelita:
Sekalipun hal ini kecil kemungkinannya, namun pernah terjadi di Tel Aviv, seorang remaja yang kawin karena menginginkan kebahagiaan rumah tangga, tetapi yang mereka dapatkan adalah kenyataan pahit, karena ternyata mereka berasal dari donor yang sama. Harus ceraikah mereka menurut undang-undang?
Di Indonesia sendiri sampai saat ini perilaku incest masih ada pada kelompok masyarakat tertentu, seperti suku Polahi di Kabupaten Polahi, Sulawesi, praktek hubungan incest banyak terjadi. Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di kalangan suku Polahi.
Selain itu, beberapa jurisprudensi menunjukkan adanya praktek perkawinan incest nyata terjadi di Indonesia, di antaranya Pengadilan Agama Indramayu memfasidkan perkawinan antara seorang laki-laki yang mengawini anak perempuan dari saudara perempuannya. Dengan putusan tanggal 6 Januari 1958 No. 5. Anehnya wali dan mempelai perempuan mengatakan bahwa mereka tidak tahu kalau sang mempelai perempuan masih mempunyai hubungan darah dengan mempelai pria
Penulis mencoba memberikan ilustrasi tentang perkawinan sedarahuntuk sebagai contohnya, ketika dalam keluarga tidak menginginkanseorang anak lahir karena permasalahan ekonomi padahal mereka telahmempunyai anak sebelumnya. Untuk kemudian orangtuanya merelakananak keduanya tersebut untuk diasuh atau dititipkan dipanti asuhan.Tanpa diketahui orangtua kandungnya anak tersebut tumbuh dan menjadidewasa dalam asuhan oranglain atau pihak panti asuhan. Kemudiankedua anak kandungnya tersebut menjalin hubungan yang serius hinggajenjang perkawinan, dan hal ini tanpa mereka ketahui bahwa merekaadalah bersaudara kandung (Kakak-beradik).
Masalah yang lebih penting dicermati dari kasus perkawinansedarah ini ialah akibat dari perkawinan sedarah ini terhadap anak hasilperkawinan sedarah dan bagimana perkawinan sedarah tersebut dipandang menurut persepektif agama.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dumaksud perkawinan sedarah (incest)?
2.      Bagaimanakah perkawinan sedarah (incest) dipandang dari segi keilmuan?
3.      Bagaimanakah perkawinan sedarah (incest) menurut pandang islam dalam Al Qur’an?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian perkawinan sedarah (incest)
2.      Mengetahui perkawinan sedarah (incest) dipandang dari segi keilmuan.
3.      Mengetahui perkawinan sedarah (incest) menurut pandang islam dalam Al Qur’an










BABII
PEMBAHASAN

A.    Perkawinan sedaeah (Incest)
1.      Pengertian
Incest berasal dari kata bahsa latin Cestus yang berarti murni. Jadi incestus berarti tidak murni. Incest adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan ikatan pertalian darah atau istilah genetiknya In Breeding.
Istilah Incest juga dianggap suatu hubungan melalui jalur pernikahan antara sesama anggota keluarga/pernikahan sedarah dimana secara hukum atau adat istiadat itu dilarang. Di berbagai Negara, larangan Incest sudah di tetapkan secara hukum tertulis.
Incest (hubungan seksual yang dilakukan oleh individu didalam sebuah keluarga dengan anggota keluarga lainnya, baik itu ayah dengan anak, ibu dengan anak, kakek dengan cucu, kakak dengan adik.) sebagian termasuk kedalam kejahatan atau penganiayaan seksual, dimana perilaku seksual yang dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun non fisik, oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya.

2.      Faktor-faktor Penyebab Incest
a)      Faktor internal, yang terdiri dari:
1)      Biologis
Dorongan seksual yang terlalu besar dan ketidak mampuan pelaku mengendalikan hawa nafsu seksnya. Faktor biologis ini merupakan faktor yang susah untuk disembuhkan. Menurut pengakuan pelaku incest yang di publikasikan di media massa, hubungan incest mereka lakukan dengan alasan kesepian ditinggal istri, kurang puas dengan layanan istri, kebiasaan anak perempuan tidur dengan bapaknya selain itu juga kejadian ini dapat terjadi karena adanya dugaan pelaku mengidap kelainan seks dan masalah gangguan kejiwaan.


2)      Psikologis
Pelaku memiliki kepribadian menyimpang, seperti minder, tidak percaya diri, kurang pergaulan, menarik diri dan sebagainya. Selain faktor biologis incest juga berpengaruh pada psikologis si pelaku, dalam hal ini mungkin saja si pelaku tidak percaya diri, susah bergaul dengan lingkungannya, faktor–faktor tersebut juga sangat mempengaruhi terjadinya incest. Kurang pergaulan yang mana pada keluarga tertentu dilarang bergaul dengan dunia luar. Kadang–kadang ada juga penyebab dimana satu keluarga dilarang menikah di luar kalangannya agar semua harta yang dimiliki tidak keluar dari keluarga besarnya. Ada  juga kemungkinan diharapkan supaya turunan mereka lebih asli sebagai bangsawan.

b)     Faktor eksternal, yang terdiri dari:
1)      Eknomi keluarga
Selain faktor inernal yang telah dipaparkan di atas faktor eksternal juga sangat mempengaruhi seperti halnya ekonomi keluarga yang minim yang pas – pasan. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah atau mempunyai keterbatasan pendapatan untuk bermain diluar lingkungan mereka sehingga mempengaruhi cara pandang dan mempersempit ruang lingkup pergaulan. Dalam masyarakat yang kurang mampu hal ini banyak sekali terjadi. Kemiskinan yang absolut menyebabkan seluruh anggota keluarga suami istri dan anak-anak tidur dalam satu tempat tidur. Apabila satu waktu seorang ayah bersentuhan dengan anak perempuannya yang masih gadis maka ada kemungkinan salah satu dari keduanya bisa terangsang yang akhirnya terjadi hubungan seksual, paling tidak kontak seksual. Situasi semacam ini memungkinkan utuk terjadinya incest kala ada kesemptan
2)      Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah
Selain faktor ekonomi keluarga tingkat pendidikan dan pergaulan yang rendahpun mempengaruhi, karena faktor inilah kemampuan berfikir seseorang tidak berkembang, mereka tidak berfikir logis, tidak memikirkan dampak kedepannya seperti apa, mereka hanya berfikir hanya untuk kepuasan semata.
3)      Tingkat pemahaman agama dan penerapan aqidah serta norma agama yang kurang
Di samping faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, ada faktor yang lebih mempengaruhi yaitu tingkat pemahaman agama dan penerapan aqidah serta norma agama yang kurang. Apabila seseorang memiliki tingkat pemahaman agama yang minim maka dia akan terjerumus kedalam hal-hal negatif yang dilarang oleh agama, sehingga ada kemungkinan besar ia dapat juga melakukan incest.
4)      Konflik budaya
Perubahan sosial terjadi begitu cepat seiring dengan perkembangan teknologi. Alat–alat komunikasi seperti radio, televisei, VCD, HP, Koran dan majalah telah masuk keseluruh pelosok wilayah Negara kita (Indonesia). Seiring dengan itu masuk pula budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma–norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di Koran dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan telvisi, VCD, dan berita di Koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bias mengontrol hawa nafsu birahinya.
5)      Pengangguran
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyakterjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang mengganggur. Dalam situasi sulit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi kalau isri menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luarpun butuh biaya sedangkan uang tidak ada. Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam perkembangan (remaja atau gadis) menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi sang ayah.

B.     Incest secara keilmuan
Dalam ilmu genetik, pernikahan dengan sesama kerabat keluarga (sampai sejauh sepupu II–great grandparents yang sama) disebut dengan consanguineous marriage. Secara umum consanguineous marriage diterjemahkan sebagai perkawinan sedarah.
Penelitian-penelitian secara populasional menunjukkan bahwa anak-anak hasil perkawinan sedarah ini memiliki risiko lebih besar menderita penyakit-penyakit genetik tertentu. Terutama yang sifat penurunannya autosomal recessive. Pada sifat penurunan seperti ini, pembawa (carrier) tidak akan menunjukkan tanda-tanda penyakit apapun.
Sementara itu karena orang-orang dalam satu keluarga memiliki proporsi materi genetik yang sama, maka suami istri yang memiliki hubungan saudara juga memiliki risiko membawa materi genetik yang  sama.
Jika salah satu adalah carrier suatu penyakit autosomal recessive maka terdapat kemungkinan bahwa yang lain juga pembawa. Seberapa besar kemungkinannya bergantung pada seberapa dekat kekerabatannya.
Dalam hal ini, jika orangtua dari suami adalah saudara kandung dari orang tua istri, kemungkinannya tentu lebih besar dibandingkan jika orangtua suami adalah sekedar saudara jauh dari orang tua istri.
Misalnya penyakit thalasimia
Kakek menderita thalasimea dan nenek normal homozigot
XtYt  >< XTXT
Maka menghasikan keturunan
2(XTXt) = perempuan 50% normal karier
2(XTYt) = laki-laki 50% normal karier
Saya ansumsikan memiliki 4 anak, 2 laki dan 2 perempua.Maka akan menghasilkan keturunan 100% sehat semua, tetapi bersifat karier.
Andai kan  saja perempuan tersebut kawin dengan saudara kandungnya apa yang terjadi kita lihat dibawah ini
XTYt  >< XTXt
Maka keturunannya adalah
XXT  = 25 % Perempuan Normal Normal
XTXt  =  25 % Perempuan Normal carier
XTY=  25 % Laki-laki Normal carier
XtYt  =  25 % Laki-laki kena penyakit thalasimia
Keterangan :
TT= Normal ( 100% normal)
Tt = carier (normal tetapi pembawa sifat penyakit tapi tidak tampak)
tt  = Penderita


1.      Dampak incest
Dari segi medis tidak setiap pernikahan Incest akan melahirkan keturunan yang memiliki kelainan atau gangguan kesehatan.Incest memiliki alasan besar yang patut dipertimbangkan dari kesehatan medis.
Peristiwa incest apalagi pemerkosaan incest dapat menyebabkan rusaknya alat reproduksi anak dan resiko tertular penyakit menular seksual. Korban dan pelaku menjadi stress yang akan merusak kesehatan kejiwaan mereka. Damapak lainnya dari hubungan incest adalah kemungkinan menghasilkan keturunan yang lebih banyak membawa gen homozigot. Beberapa penyakit yang di turunkan melalui gen homozigot resesif yang dapat menyebabkan kematian pada bayi yaitu fatal anemia, gangguan penglihatan pada anak umur 4 – 7 tahun yang bias berakibat buta, albino, polydactyl dan sebagainya. Pada perkawinan sepupu yang mengandung gen albino maka kemungkinan keturunan albino lebih besar 13,4 kali di bandingkan perkawinan biasa. Kelemahan genetik lebih berpeluang muncul dan riwayat genetik yang buruk akan bertambah dominan serta banyak muncul ketika lahir dari orang tua yang memiliki kedekatan keturunan.
Selain itu banyak penyakit genetik yang peluang munculnya lebih besar pada anak yang dilahirkan dari kasus incest. Banyak penyakit genetika yang berpeluang muncul lebih besar, contoh :
a)      Skizoprenia : kromosom yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Penyakit ini merupakan suatu gangguan psikologis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala–gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri.Penyakit ini mempunyai beberapa tipe yaitu:  Skizofrenia tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala–gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada skizofrenia tipe II ditemukan gejala–gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia, penyakit ini terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang Sama. Gejala–gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja awal atau dua puluhan. Pada pria sering mengalami penyakit ini lebih awal di bandingkan dengan wanita.
b)     Leukodystrophine atau kelainan pada bagian syaraf yang disebut milin, yang merupakan lemak yang meliputi insulates serat saraf yang menyebabkan proses pembentukan enzim terganggu. Tanda–tanda gejala penyakit ini biasanya di mulai pada awal bayi, namun tentu saja kondisi bisa sangat bervariasi. Bayi yang mempunyai penyakit ini biasanya normal untuk beberapa bulan pertama lahir akan tetapi pada bulan–bulan berikutnya akan terlihat kelainannya.
c)      Idiot : keterlambatan mental serta perkembangan otak yang lemah. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri–ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme.
d)     Kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat ibu mengandung dan adanya rasa penolakan secara emosional dari ibu. Gangguan  emosional yang dialami si ibu akibat kehamilan yang tidak diharapakan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janian pra dan pasca kelahiran dan pada akhirrnya bayi yang ada dalam rahim ibupun akan mengalami kelainan–kelainan geneti yang nantinya akan berdampak buruk pada bayi tersebut.
e)      Hemophilia : penyakit sel darah merah yang pecah yang mengakibatkan anak harus menerus mendapatkan transfuse darah. Penyakit ini merupakan gangguan perdarahan yang bersifat herediter akibat kekurangan factor pembekuan VIII dan IX
2.      Alasan sepersusuan dilarang
Ada Sejumlah penelitian ilmiah baru-baru ini menemukan adanya gen dalam ASI orang yang menyusui, dimana ASI mengakibatkan terbentuknya organ-organ pelindung pada orang yang menyusu. Yang demikian apabila ia menyusu antara 3 sampai 5 susuan. Dan ini adalah susuan yang dibutuhkan untuk bisa membentuk organ-organ yang berfungsi melindungi tubuh manusia.
Maka, apabila ASI disusu maka ia akan menurunkan sifat-sifat khusus sebagaimana pemilik ASI tersebut. Oleh karena itu, ia akan memiliki kesamaan atau kemiripan dengan saudara atau saudari sesusuannya dalam hal sifat yang diturunkan dari ibu pemilik ASI tersebut. Dan juga sudah ditemukan bahwa organ-organ yang berfungsi melindungi tubuh mungkin akan menyebabkan munculnya sifat-sifat yang diridhai oleh sesama saudara dalam kaitannya dengan pernikahan.
Sesungguhnya kekerabatan karena sesusuan ditetapkan dan dapat dipindahkan karena keturunan. Dan penyebab yang diturunkan dan gen yang dipindahkan. maksudnya adalah bahwa kekerabatan karena faktor sesusuan disebabkan karena adanya perpindahan gen dari ASI orang yang menyusui kepada orang yang menyusu tersebut, masuk, dan bersatu dengan jaringan gen orang yang menyusu tersebut, atau ASI tersebut memang mengandung lebih dari satu sel, dimana sel itu merupakan inti dari kehidupan manusia. Sel itu sering disebut dengan DNA.
Juga mungkin karena organ sel pada orang yang menyusu menerima sel yang asing, sebab sel itu tidak matur. Keadannya adalah keadaan percampuran dari berbagai sel, dimana perkembangannya tidak akan sempurna kecuali setelah melewati beberapa bulan atau beberapa tahun sejak kelahiran. Kalau penjelasan asal-mula penyebab adanya kekerabatan karena hal ini, maka hal ini memiliki konsekuensi yang sangat penting dan sangat menentukan.

C.    Incest dalam Al Qur’an
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon-calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona.
Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.

1.  Islam Menganjurkan Nikah
            Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :       
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .    

2.  Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :  
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”

Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :           
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”

3.  Kedudukan Perkawinan dalam Islam
a)      Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bisa menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.Disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
b)      Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
c)      Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
d)     Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
e)      Haram kepada orang yang tidak berkemampuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.

4.  Tujuan Perkawinan dalam Islam
a)      Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
b)     Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur   
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
c)      Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami  
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 229 berikut :
ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسَٰنٍۢ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا۟ مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْـًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا ٱفْتَدَتْ بِهِۦ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ 
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”   
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 30:     

فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍۢ يَعْلَمُونَ
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
       Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
d)     Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah          
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”
e)      Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih     
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat An- Nahl (16:72)          
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.   
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

  

5.  Incest menurut pandangan islam dalam Al Qu’an
Tidak ada satupun hal yang diharamkan Al-Qur’an yang tidak mengandung madharat (bahaya). Kalaupun dari segi tertentu manfaat bisa ditemukan, tetap saja madharat lebih mendominasi. Kalaulah madharat tersebut tidak langsung menimpa individu, ia bisa menimpa keluarga, atau masyarakat luas. Ini pula yang terjadi dalam kasus inbreeding. Bahwa ada penemuan incest dipraktekkan dalam masyarakat tertentu untuk menjaga keunggulan trah (garis keturunan) dan ternyata tidak ada akibat negatif, hal itu tidak berarti bahwa secara logika incest menjadi sah-sah saja. Namun sekali lagi, tidak ada sesuatu yang diharamkan Islam yang tidak mengandung bahaya. Sehingga boleh jadi secara dlohir incest (baik karena sedarah maupun sepersusuan) bagi penjagaan galur murni ini tidak ada bahaya, namun bisa saja secara kejiwaan dan moral bisa berbahaya.
Apalagi jika dihadapkan pada agama. Semua agama tanpa dikomando menganggap praktek incest sebagai sesuatu yang terlarang. Demikian pula perasaan moral masyarakat secara kolektif–baik yang dibentuk oleh agama maupun yang dibentuk oleh akalbudi – menolak praktek ini sebagai bentuk penyaluran naluri seksual manusia. Sekalipun argumen dan pendekatannya berbeda-beda, pembahasan incest dari sudut pandang agama-agama selalu berujung pada kesimpulan yang sama yaitudiharamkan.
Dalama Al Qur’an dijelaskanlaranganperkawinansedarahatau incest seperti yang terteradalam Qur’an surat An-Nisaaayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَف ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An Nisaa`: 23)
Dimasukkannya incest (baik karena sedarah maupun sepersusuan) dalam masalah pernikahan sesungguhnya sangat logis. Sebab, Al-Qur’an hanya mengenal pernikahan sebagai satu-satunya jalan menuju kehalalan hubungan seks. Siapa yang boleh dinikahi maka sah saja berhubungan seks. Sebaliknya siapa yang haram dinikahi maka dia tidak boleh diajak berhubungan seks, apapun alasannya! Berdasarkan logika ini maka hubungan seks sedarah atau sepersusuan baik karena zina maupun perkosaan adalah hal yang keharamannya berlapis-lapis. Incest dengan cara zina (suka sama suka) menabrak dua garis keharaman sekaligus yakni haram menikah dan haram berhubungan seks di luar nikah. Lebih dari zina, incest dengan perkosaan menabrak satu lagi garis keharaman yakni merampas kehormatan perempuan secara paksa.
Secara eksplisit Al-Qur’an memang tidak menjelaskan mengapa menikahi mahram diharamkan. Ini cara yang biasa ditempuh Al-Qur’an ketika mengharamkan sesuatu yang madharatnya mudah diketahui atau dirasakan akal sehat. Berbeda dengan keharaman khamr dan riba, misalnya, Al-Qur’an menempuh beberapa fase dan memberikan penjelasan untuk meyakinkan alasan pengharaman karena hal itu banyak dipraktekkan orang dan dirasakan ada unsur manfaatnya meski tidak sebesar madharatnya. Meskipun setelah Al-Qur’an sudah sempurna turun, khamr dan riba pun juga sempurna keharamannya, tidak lagi bertahap.
Keharaman incest (baik sedarah maupun sepersusuan) tampaknya dipandang sebagai hal yang mudah diterima akal sehat. Jadi kenapa dibuat repot?
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ قَالَحَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِأَنَّهُ تَزَوَّجَ ابْنَةً لِأَبِي إِهَابِ بْنِ عَزِيزٍ فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنِّي قَدْ أَرْضَعْتُ عُقْبَةَ وَالَّتِي تَزَوَّجَ فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ مَا أَعْلَمُ أَنَّكِ أَرْضَعْتِنِي وَلَا أَخْبَرْتِنِي فَرَكِبَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ فَفَارَقَهَا عُقْبَةُ وَنَكَحَتْ زَوْجًا غَيْرَهُ
….dari ‘Uqbah ibn Harits bahwa dia menikahi anak perempuan Ihab ibn ‘Azis. Maka datang kepadanya seorang perempuan maka (dia) berkata, “Sesungguhnya saya telah menyusui ‘Uqbah dan (perempuan) yang dia nikahi.” Maka berkata kepadanya ‘Uqbah, “Aku tidak tahu kalau engkau telah menyusuiku dan engkau tidak pula memberitahuku.” Maka (‘Uqbah) berkendara menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah, maka dia bertanya kepada beliau. Maka bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bagaimana (lagi) padahal sudah dikatakan (bahwa kalian adalah bersaudara susuan)?” Maka ‘Uqbah menceraikannya (istri) dan menikahi istri (perempuan) selainnya. (HR Bukhari)
Begitulah, berdasar keterangan yang berupa pengakuan dari seorang ibu (susuan) maka pernikahan yang telah terjadi itu pun mesti dibatalkan (cerai) karena ke-mahram-an pada keduanya.Dari kisah itu kita bisa tahu betapa dahulu mereka amat menjaga pengetahuan tentang siapa saja yang bersaudara susuan. Jadi meskipun menyusukan anak kepada orang lain adalah kebiasaan orang Arab kala itu, namun pengetahuan tentang hubungan mahram ini tetap terjaga. Sehingga ketika didapati seseorang melanggar batasan ini, ada orang yang segera memberitahukannya. Boleh jadi perempuan itu telah lalai karena tidak memberitahukan persaudaraan antara ‘Uqbah dan istrinya, namun kita bisa juga memaham bahwa dengan cara beginilah Allah hendak memberitahukan kepada kita betapa pentingnya bagi kita mengetahui hubungan kemahraman atas dasar susuan. Allah berikan shock therapi kepada kita agar tak lupa dengan kejadian ini.
Begitulah Islam. Selain perkara ibadah khas yang telah diatur sedemikian rupa, ternyata dalam hubungan antar manusia pun Islam mengatur sedemikian detailnya. Banyak hikmah dari pengaturan ini, yang salah satunya kelak terungkap lewat peran ilmu pengetahuan yang meneliti dampak buruk perkawinan sedarah atau saudara dekat yang dalam syara’ disebut sebagai mahram (orang yang haram dinikahi).

6.    Perkawinansepersusuandalamislam
Haramnya pernikahan dengan sodara sesusuan, juga terdapat dalam hukum pernikahan.
قالرسولالله صلى الله عليه وسلم: (( يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب )) متفق عليه

Artinya : Rasulullahbersabda, "Diharamkandarisaudarasesusuansegalasesuatu yang diharamkandarinasab" (HR. BukharidanMuslim )
Susuan yang dapat mengahramkan perkawinan yaitu susuan yang sempurna maksudnya yaitu dimana anak menyusui di tetek seorang ibu dan menyedot  air susu dan tidak berhenti dari menyusui terkecuali dengan kemauannya tanpa ada paksaan.
Aisyah berkata, Rasulullah SAW, telah bersabda
لَاتُحْرَمُ الْمِصَّةُ وَالْمِصَّتَانِ (أخرجه مسلم
Artinya : tidak haram kawin karna hanya sekali atau dua kali sesusuan. (H.R. Muslim )
Apabila seorang wanita telah menyusui seorang anak sebanyak lima kali susuan (yang menjadikan anak tersebut kenyang, red) yang telah diketahui bersama atau mungkin lebih dari itu, maka selama anak tersebut masih belum berumur dua tahun, anak yang disusui tersebut sudah menjadi anak ibu yang menyusuinya beserta suaminya, dan semua anaknya dari suaminya dan selainnya telah menjadi saudara anak yang disusui, dan semua anak suaminya menjadi saudaranya pula.
Ayah wanita yang menyusui sudah menjadi kakeknya sendiri, dan ibu wanita yang menyusui tersebut sudah menjadi nenek anak tersebut. Ayah dari suami wanita yang menyusui sudah menjadi kakeknya dan ibu dari suaminya tersebut adalah neneknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“...Ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan….” (Qs. an-Nisa: 23).
Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
Hal-hal dari hubungan persusuan diharamkan sebagaimana hal-hal tersebut diharamkan dari hubungan nasab.” (HR. Bukhari: 2645).
Serta berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ رَضَاعَ إِلاَّ فِيْ حَوْلَيْنِ
Tidak ada persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali pada umur dua tahun.” (HR. Baihaqi: 1544).
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah menjadi haram bagi kami. Kemudian (syariat tersebut, ed) dihapus menjadi lima kali persusuan yang telah dimaklumi. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, ketetapan ini tetap berlaku.” (HR. Muslim). (Fatwa SyAIkh Abdul Aziz bin Abdulullah bin Baz dalam Fatawa Ulama Baladil Haram: 505).










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Incest berasal dari kata bahsa latin Cestus yang berarti murni. Jadi incestus berarti tidak murni. Incest adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan ikatan pertalian darah atau istilah genetiknya In Breeding.Istilah Incest juga dianggap suatu hubungan melalui jalur pernikahan antara sesama anggota keluarga/pernikahan sedarah dimana secara hukum atau adat istiadat itu dilarang.
2.      Incest secara keilmuan sangat tidak dianjurkan karena dapat berdampak negatif terhadap kesehatan akibat adanya gen resesif yang dapat diturunkan dari ayah dan ibu yang merupakan pembawa gen tersebut. Penyakit yang merupakan dampak dari incest antara lain: Skizoprenia, Leukodystrophine, Idiot, Kecacatan kelahiran, Hemophilia.
3.      Incest dalam agama islam seperti yang terdapat di dalam Al Qur’an surat An- Nisaa ayat 23 sudah dijelaskan siapa saja wanita yang dilarang untuk dinikahi termasuk sepersusuan.














DAFTAR PUSTAKA

Afif. 2011. Dampak Resiko Akibat Perkawinan Sedarah. (Online) http://DampakResikoAkibat Pernikahan Sedarah_Ilmu Pengetahuan_Tips Cinta_Pengetahuan Umum.com Diakses pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.
Deden, Muhammad. 2011. Perkawinan Menurut Hukum Islam. (Online) http//:sangkhalifah.Blogspot.com. Diakses pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.

Riyanto, Ryan. 2011.Akibat Pernikahan Sedarah atau Menikah dengan Saudara Sepersusuan. (Online) http://Akibat Pernikahan Sedarah atau Menikah dengan Saudara Sepersusuan_ Cybermales.com. Diakses pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.

Sujono,Yusuf. 2012. Hikmah dibalik menikah dengan sodara sepersusuan. (Online) http://alsofwa.comDiakses pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.
Yufid. 2010. Apakah Saudara Sepersusuan Menjadi Mahram. (Online) www.KonsultasiSyariah.comDiakses pada hari senin tanggal 24 Nopember 2014 pukul 10.00 wib.


No comments:

Post a Comment